Sebagai seorang mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, sudah sewajarnya bahwa politik itu merupakan makanan sehari-hari. Mencermati dinamika politik Indonesia yang sedang menjadi Headline pada saat ini adalah terkait dengan pertarungan panas antara Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendominasi kekuatan di hampir 90% wilayah Indonesia pada saat Pileg April lalu dengan pimpinannya Prabowo Subianto, versus Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang dipimpin oleh Jokowi.
Memang irama persaingan dua kubu ini sangat kuat, termulai pada saat Jokowi dicalonkan oleh Megawati untuk naik mengambil kursi Presiden. Masih kuat diingatan bahwa pada saat itu, Prabowo menganggap Megawati sebagai pengkhianat karena pada saat 2009 pernah ada perjanjian Batu Tulis yang mengatakan bahwa Megawati akan mendukung Prabowo naik menjadi Presiden. Namun itu berlalu karena bagaimanapun sekarang (Oktober 2014) kita sudah tahu bahwa Jokowi-JK adalah pemenangnya dan akhirnya menjadi yang Ketu7uh.
Nah, dalam suatu tulisan yang aku lupa judul tepatnya, aku pernah membaca satu kalimat "...korbankan sesuatu yang kecil, untuk mendapatkan hasil yang lebih besar...". Mungkin cara inilah yang dipakai oleh kawan-kawan KMP dan lebih tepatnya sudah dipersiapkan mereka. Dimulai pada saat quick count tanggal 9 Juli kemarin (Pilpres). Sore harinya ketika hasil sementara menunjukkan bahwa Jokowi yang memenangkan pertarungan sengit tersebut, Prabowo cs memilih untuk mengundurkan diri dari proses pilpres dan memilih untuk menggugat ke MK. Meskipun pada 2 minggu kemudian, kita tahu bahwa Hamdan Zoelva cs menolak gugatan terebut.
Ditengah-tengah euforia kemenangan atas MK, kubu KIH harusnya bisa mendeteksi segala kemungkinan yang akan terjadi. Mengingat bahwa Jokowi yang menang sebagai partai dengan suara terbesar (PDI-P), bukan KIH yang sebagai suara terbesar. Hal yang nyata adalah mereka kalah jumlah apabila bersaing dengan KMP di level legislatif.
Suatu pribahasa perang dari Asia mengatakan "...lawan musuhmu di tempat yang tak terlihat...". KIH terbutakan oleh euforia MK tersebut tanpa mempersiapkan suatu benteng pertahanan di Parlemen untuk menyatakan diri sebagai Koalisi Partai Pemerintah (yang akan datang). Pergerakan KMP untuk menguasai Parlemen sangat kuat, tidak dapat ditahan. Apalagi ketika sudah disahkannya RUU Pilkada oleh DPRD semakin terlihat pergerakan nya luar biasa. Mengingat bahwa KIH hanya menguasai di Bali dan Kalimantan Barat (Kompasiana.com), sudah jelas KMP yang menguasai 90% Indonesia.
Ketika Partai Demokrat, yang pada saat itu SBY selaku Ketum mengunggah video wawancaranya bahwa dia menginginkan Pilkada Langsung, kubu KIH sudah mulai merasakan aroma kemenangan untuk RUU tersebut. Namun nyatanya adalah sebuah drama yang tersaji sehingga memenangkan kubu KMP (baca Politik Panggung Sandiwara). Sudah jelas KIH terbutakan oleh gerak-gerik Demokrat sehingga dengan mudah diserang oleh KMP. Tidak lama akhirnya kita tahu bahwa Demokrat diimingi kursi Pimpinan MPR.
Tidak ada kawan didalam sebuah politik, yang ada hanya kepentingan. Sama seperti kejadian PPP yang mendekati KIH untuk mengambil kursi Pimpinan MPR karena sakit hati. Mungkin karena seperti patah semangat, KIH menawarkan posisi Menteri apabila PPP tetap berada di koalisi. Tetapi sore ini (9 Oktober 2014) PPP mengeluarkan statement bahwa mereka tetap berada di dalam KMP. Hal yang sudah jelas, siapa sih yang berani melawan suatu kekuatan yang menguasai 90% Indonesia?
Mendekati tanggal 20 Oktober, KIH seperti terancam karena kekuatan KMP yang sangat mendominasi. Bukan tidak mungkin kalau KMP akan mencari cara dalam waktu dekat ini untuk memakzulkan Jokowi. Jokowi-JK saat ini sudah siap untuk menjadi Presiden Boneka. Ya, boneka dari permainan KMP, meskipun mereka yang pada saat kampanye menggembar-gemborkan bahwa Jokowi adalah Presiden Boneka oleh Megawati. Namun kenyataan yang sekarang mengatakan lain.
Meskipun secara kenyataan lapangan bahwa KIH adalah Partai Pemerintah dengan Jokowi-JK sebagai Presiden terpilih, tetapi perlu digaris bawahi KMP lah penguasa yang sebenarnya dengan Prabowo sebagai Komando utamanya. Jokowi tidak akan berdaya apabila KIH tidak mencari cara secepatnya berbenah untuk mencari celah mengatasi kekuatan massive tersebut. Apalah arti eksekutif kalau ternyata legislatif yang mendominasi?
Hanya mengambil kesimpulan dari pernyataan kakanda Ketua Umum JIM Kepri, Arie Sunandar, bahwa KIH lah yang harus dibenah. Apa guna ketua fraksi yang sebenarnya adalah fraksi pemerintah yang berkuasa, tetapi lembek ketika berperang. Bila terus begini, sudah jelas Prabowo cs adalah RI1 Indonesia ini secara tersirat yang bukan tidak mungkin akan menjadi RI1 tersurat dalam waktu dekat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar